Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : KOMUNITAS: INTERNATIONAL JOURNAL OF INDONESIAN SOCIETY AND CULTURE

POLITIK RELASI ETNIK: MATRILINEALITAS DAN ETNIK MINORITAS CINA DI PADANG, SUMATRA BARAT Alfirdaus, Laila Kholid; Hiariej, Eric; Risakotta, Farsijana Adeney
Jurnal Komunitas: Research and Learning in Sociology and Anthropology Vol 6, No 1 (2014): Lokalitas, Relasi Kuasa dan Transformasi Sosial
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/komunitas.v6i1.2941

Abstract

Relasi etnik Minang dan etnik Cina di Padang, Sumatra Barat, menarik untuk dikaji. Melalui desk-study atas kajian Minang dan Cina, yang diperkuat dengan penelitian lapangan pada 2010 dan 2013 secara kualitatif dengan wawancara dan observasi, tulisan ini menemukan bahwa tidak cukup melihat relasi etnik Minang dan Cina dari perspektif ekonomi politik. Kita perlu memberikan perhatian terhadap faktor budaya dan budaya politik masyarakat Minang di Padang yang bercorak matrilineal. Jika literatur yang ada cenderung deterministik, menghasilkan dua pandangan yang secara ekstrem berbeda, yang dalam artikel ini disebut pandangan “manis” dan “sinis”, tulisan ini berargumen sebaliknya. Relasi etnik Minang dan etnik Cina tidak bisa secara buru-buru disebut “manis” hanya karena etnik Cina telah menetap dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial ekonomi Padang sejak zaman penjajahan, atau karena Padang relatif minim kerusuhan dibandingkan kota lainnya. Demikian juga, ia tidak bisa serta merta dilihat secara “sinis” hanya karena segregasi sosial terlihat lebih kentara. Tulisan ini berargumen bahwa dua wajah yang secara bersamaan terjadi tidak lepas dari bentukan budaya Minang yang lekat dengan nilai-nilai matrilineal yang tertuang dalam ide feministik Bundo Kanduang Inter-etnic relations between Minang and Chinese in Padang, West Sumatra, that looks different compared to other societies in Indonesia is interesting to discuss. Through  a desk study about Minang and Chinese, being strengthened with fieldworks in 2010 and 2013 using qualitative methods in which in-depth interview and non-participatory observations, this article found that political economy perspective being used to explain Minang-Chinese relations is not enough. We need to pay attention on culture and political culture of Minangkabau society in Padang, that is matrilineal in the nature. While the existing lieratures tend to strictly classify the relations into “sweet” and “cynical” (good and bad relations), this article argue the contrary. The relatively long encounter of Chinese with Minang in Padang as well as the less conflicts (mass violence) against Chinese compared to the other regions could not be simply categorized as “manis” (sweet relations). Similarly, we should not undermine the good relations between Minang and Chinese, existing in some ocassions merely as formalistic practices just because of segregation in Minang and Chinese’s residential areas. This article argues that the twocontrary  but inseparable faces of Minang-Chinese’s relations are inseparable from the Minangkabau culture that is matrilineal in the nature, as manifested in Bundo Kanduang containing the idea of femininity.
POLITIK RELASI ETNIK: MATRILINEALITAS DAN ETNIK MINORITAS CINA DI PADANG, SUMATRA BARAT Alfirdaus, Laila Kholid; Hiariej, Eric; Risakotta, Farsijana Adeney
KOMUNITAS: International Journal of Indonesian Society and Culture Vol 6, No 1 (2014): Lokalitas, Relasi Kuasa dan Transformasi Sosial
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/komunitas.v6i1.2941

Abstract

Relasi etnik Minang dan etnik Cina di Padang, Sumatra Barat, menarik untuk dikaji. Melalui desk-study atas kajian Minang dan Cina, yang diperkuat dengan penelitian lapangan pada 2010 dan 2013 secara kualitatif dengan wawancara dan observasi, tulisan ini menemukan bahwa tidak cukup melihat relasi etnik Minang dan Cina dari perspektif ekonomi politik. Kita perlu memberikan perhatian terhadap faktor budaya dan budaya politik masyarakat Minang di Padang yang bercorak matrilineal. Jika literatur yang ada cenderung deterministik, menghasilkan dua pandangan yang secara ekstrem berbeda, yang dalam artikel ini disebut pandangan “manis” dan “sinis”, tulisan ini berargumen sebaliknya. Relasi etnik Minang dan etnik Cina tidak bisa secara buru-buru disebut “manis” hanya karena etnik Cina telah menetap dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial ekonomi Padang sejak zaman penjajahan, atau karena Padang relatif minim kerusuhan dibandingkan kota lainnya. Demikian juga, ia tidak bisa serta merta dilihat secara “sinis” hanya karena segregasi sosial terlihat lebih kentara. Tulisan ini berargumen bahwa dua wajah yang secara bersamaan terjadi tidak lepas dari bentukan budaya Minang yang lekat dengan nilai-nilai matrilineal yang tertuang dalam ide feministik Bundo Kanduang Inter-etnic relations between Minang and Chinese in Padang, West Sumatra, that looks different compared to other societies in Indonesia is interesting to discuss. Through  a desk study about Minang and Chinese, being strengthened with fieldworks in 2010 and 2013 using qualitative methods in which in-depth interview and non-participatory observations, this article found that political economy perspective being used to explain Minang-Chinese relations is not enough. We need to pay attention on culture and political culture of Minangkabau society in Padang, that is matrilineal in the nature. While the existing lieratures tend to strictly classify the relations into “sweet” and “cynical” (good and bad relations), this article argue the contrary. The relatively long encounter of Chinese with Minang in Padang as well as the less conflicts (mass violence) against Chinese compared to the other regions could not be simply categorized as “manis” (sweet relations). Similarly, we should not undermine the good relations between Minang and Chinese, existing in some ocassions merely as formalistic practices just because of segregation in Minang and Chinese’s residential areas. This article argues that the twocontrary  but inseparable faces of Minang-Chinese’s relations are inseparable from the Minangkabau culture that is matrilineal in the nature, as manifested in Bundo Kanduang containing the idea of femininity.
POLITIK RELASI ETNIK: MATRILINEALITAS DAN ETNIK MINORITAS CINA DI PADANG, SUMATRA BARAT Alfirdaus, Laila Kholid; Hiariej, Eric; Risakotta, Farsijana Adeney
Komunitas Vol 6, No 1 (2014): March 2014
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/komunitas.v6i1.2941

Abstract

Relasi etnik Minang dan etnik Cina di Padang, Sumatra Barat, menarik untuk dikaji. Melalui desk-study atas kajian Minang dan Cina, yang diperkuat dengan penelitian lapangan pada 2010 dan 2013 secara kualitatif dengan wawancara dan observasi, tulisan ini menemukan bahwa tidak cukup melihat relasi etnik Minang dan Cina dari perspektif ekonomi politik. Kita perlu memberikan perhatian terhadap faktor budaya dan budaya politik masyarakat Minang di Padang yang bercorak matrilineal. Jika literatur yang ada cenderung deterministik, menghasilkan dua pandangan yang secara ekstrem berbeda, yang dalam artikel ini disebut pandangan “manis” dan “sinis”, tulisan ini berargumen sebaliknya. Relasi etnik Minang dan etnik Cina tidak bisa secara buru-buru disebut “manis” hanya karena etnik Cina telah menetap dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial ekonomi Padang sejak zaman penjajahan, atau karena Padang relatif minim kerusuhan dibandingkan kota lainnya. Demikian juga, ia tidak bisa serta merta dilihat secara “sinis” hanya karena segregasi sosial terlihat lebih kentara. Tulisan ini berargumen bahwa dua wajah yang secara bersamaan terjadi tidak lepas dari bentukan budaya Minang yang lekat dengan nilai-nilai matrilineal yang tertuang dalam ide feministik Bundo Kanduang Inter-etnic relations between Minang and Chinese in Padang, West Sumatra, that looks different compared to other societies in Indonesia is interesting to discuss. Through  a desk study about Minang and Chinese, being strengthened with fieldworks in 2010 and 2013 using qualitative methods in which in-depth interview and non-participatory observations, this article found that political economy perspective being used to explain Minang-Chinese relations is not enough. We need to pay attention on culture and political culture of Minangkabau society in Padang, that is matrilineal in the nature. While the existing lieratures tend to strictly classify the relations into “sweet” and “cynical” (good and bad relations), this article argue the contrary. The relatively long encounter of Chinese with Minang in Padang as well as the less conflicts (mass violence) against Chinese compared to the other regions could not be simply categorized as “manis” (sweet relations). Similarly, we should not undermine the good relations between Minang and Chinese, existing in some ocassions merely as formalistic practices just because of segregation in Minang and Chinese’s residential areas. This article argues that the twocontrary  but inseparable faces of Minang-Chinese’s relations are inseparable from the Minangkabau culture that is matrilineal in the nature, as manifested in Bundo Kanduang containing the idea of femininity.
Co-Authors Aifa Dafa Assyifa Al Farisi, Muhammad Salman Aldona Ainur Rohma Aninditya - Normalitasari Anisa Maulina Rahma Arifin Setyan Cahyanto Arina Diah Al Hamid Azahra, Jihan Marsya Budi Setiyono Cantona, Septian Reva Christiana Cristin Gauru Danny Widodo Uji Prakoso Deki Itje Dewi Ayu Wulandari Didik Try Putra Dinda Ayu Arrafi’u Nilna Munaa Dzunuwanus Ghulam Manar Dzunuwanus Ghulam Manar Dzunuwwanus Ghulam Manar Elizabeth Anggit Sekar Citra T Eric Hiariej Eric Hiariej Fairuz Thifal Nabila Farhan Riski Tricahyo Farsijana Adeney Risakotta Farsijana Adeney-Risakotta Fitriyah - - Fitriyah Fitriyah Hafifah Bella Nugraheni Hanifa Maylasari Hasna Nur Rachmawati Hendra Ardianto Hendra Try Ardianto Henry Wahyono Holyness Nurdin Singadimedja Ita - Noviani Khanifatul Mukaromah Khasanah, Siti Uswatun KHOLQI, AHSANUL Kushandajani . Lelly Nuraviva Liona - - Lupyta Agra Divina M Septian Budiman M, Yesie Cindra Maria Lidwina Resti Maulidya, Nur Mahya Mbiri, Adeo Melly Rahmadan Ningsih Mohamad Ulil Amri Muhammad - Adnan Muhammad Alfatih Akbar Pahlevi Muhammad Syofii Mukhammad Akhmad Najich Alfayn Nabella, Monica Amy Nafirotul Karima Neny - Marlina Nila Arzaqi Nindy Ajeng Maharani Nur Hidayat Sardini Prasetyo Sitowin Priyatno Harsasto Puger Abdul Khaliq Purwanti, Uci Dewi Raden Muhammad iqbal Rahdeana Almeyna Kurnia Ramadhan, Aditya Rifqi Retna Arista Kesi Wijayanti Rina Martini Rizki Amalia Yanuartha Rosihan Widi Nugroho Rosihan Widi Nugroho S. Rouli Manalu Salsya Billa Annisa Samuel, Bob Selsie Anggela Putri Shafira Putri Vanessa Shinta Milania Rohmany Supratiwi . Suwanto Adhi Syahrur Ramadhi Syifana Awan Ardhini Teguh - Yuwono Teguh Yuwono Teguh Yuwono Theresia Rosari Sekar Cakraningtyas Turtiantoro Turtiantoro Wahid Abdulrahman Wahyu Hanie Pratiwi Wibawa, Aditya Dwi Prasetya Wijayanto - - Wijayanto Wijayanto Wijayanto Wijayanto Yuwanto Yuwanto